NEFERTITI, NEVER FORGET
Sudah tidak terasa sudah hampir 1 tahun bersama
wanita-wanita ini. Kami bukan hanya sekedar wanita biasa. Kami wanita tangguh
dan berjiwa besar. Kami terbiasa dengan drill-drill pelajaran yang datangnya
bertubi-tubi. Kami terbiasa tidur dini hari hanya karena mengejar tugas agar
cepat selesai. Kami terbiasa melakukan apa pun. Kami terbiasa mengangkat meja dan
kursi sendiri. Kami terbiasa memanjat kursi untuk sekedar menyalakan projector.
Kami terbiasa mengangkat peralatan-peralatan berat, seperti gamelan, angklung,
dan lain-lain. Kami terbiasa belajar banyak hal. Kami terbiasa pulang malam
hanya demi mengikuti les-les demi nilai yang stabil. Kami terbiasa menghabiskan
waktu untuk belajar bersama. Kami terbiasa memakan permen di kelas hanya
sekedar untuk menambah kadar glukosa agar tidak mengantuk. Kami terbiasa dengan
ceramah-ceramah guru-guru kami. Kami terbiasa tertawa dan bercanda bersama.
Kami terbiasa jalan-jalan bersama dikala waktu liburan yang hanya satu hari itu
datang. Kami terbiasa menatap kecewa tugas-tugas ataupun ulangan jika hasilnya
tidak sesuai yang kami harapkan. Kami terbiasa dengan pulang sore demi
pelajaran tambahan. Kami terbiasa mengeluh di kelas. Kami terbiasa menangis
jika kami sudah lelah. Kami terbiasa tertidur di kelas walaupun kami tidak mau.
Kami terbiasa tersenyum walaupun kami sedih dan lelah.
Pada mulanya kami tidak terbiasa. Bahkan kami tidak bisa.
Sedikit demi sedikit kami bisa menjalani semua itu karena kami mempunyai
keyakinan yang kuat dan sama. Sekarang kami bisa. Bukan karena apa-apa. Kami
bisa karena terbiasa.
Sekarang kami hanya tinggal menghitung mundur waktu 3 bulan
yang dapat kami jalani bersama-sama. Penuh tawa, tangis, kecewa, senyuman,
marah, sedih, dan penyesalan. Penuh dengan memori yang membuat kami semakin
kuat setiap harinya.
Aku tidak tahu apa jadinya aku di kelas 12 tanpa mereka. Wanita-wanita
tangguh ini. Membayangkan ketika nantinya aku berpisah dengan mereka sebentar
lagi. Berpisah untuk mengejar mimpi kami masing-masing. Membayangkan betapa aku merindukan mereka
nanti.
Sekarang bolehkan kami untuk tersenyum bersama, membagi
senyuman bagi teman seperjuangan demi membagi rasa sedih, penat, marah, lelah,
yang kami rasakan. Kami hanya perlu menatap hari esok dengan senyuman. Untuk
menatap hari esok yang lebih berat dari hari ini, kemarin, dan hari yang
sebelumnya.
Regards,
Sylvi Gautama
0 comments